Kamis, 06 Februari 2014

Teori Ekonomi Pembangunan (Masalah Ekonomi Negara Sedang Berkembang)

I.            Pendahuluan
            Pada hakekatnya ekonomi pembangunan merupakan bagian dari serangkaian usaha yang dilakukan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Ekonomi pembangunan mulai sering terdengar bersamaan dengan mulai bergaungnya negara sedang berkembang pasca era perang dunia ke II. Ya, ekonomi pembangunan adalah model pembangunan ekonomi yang diterapkan di negara sedang berkembang, karena melihat kompleksitas masalah ekonomi yang terjadi di negara sedang berkembang.
Akan tetapi kemudian timbul pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan negara berkembang? Ciri-ciri apakah yang dapat dijadikan acuan mengenai apakah suatu negara dikatakan  negara berkembang ataukah negara maju? disinilah banyak pihak memberikan kriteria mengenai negara berkembang dan negara maju, salah satu yang membedakan keduanya yaitu pada perbedaan taraf hidup (kaya dan miskin) masyarakat dimasing-masing negara tersebut.

II.            Negara Sedang Berkembang
Negara sedang berkembang mulai marak dibicarakan era pasca perang dunia ke II. Negara-negara yang baru mengecap kemerdekaan berkeinginan tinggi untuk segara mengejar ketertinggalan mereka dibidang ekonomi. Sedangkan negara-negara yang baru terbebas dari penjajahan tersebut merupakan negara-negara miskin dan memiliki banyak masalah yang sifatnya sangat kompleks. Oleh karenanya negara-negara baru ini disebut sebagai negara berkembang, karena dorongan dari negara-negara tersebut untuk maju dan mengembangkan negaranya serta mengatasi masalah-masalah yang dihadapi negaranya pasca penjajahan.
Menurut M.L Jhingan ciri/ kriteria negara sedang berkembang yang secara tidak langsung juga merupakan masalah ekonomi pembangunan di negara berkembang yaitu[1]:
1.      Kemiskinan umum, Kemiskinan itu tercermin dari rendahnya pendapatan perkapita penduduknya, yaitu dibawah 2 USD perhari atau 1 USD perhari per orang (miskin absolute) sebagaimana kriteria yang dipakai World Bank.
2.      Mata pencaharian utama dalam bentuk pertanian, dua pertiga penduduk dinegara berkembang tinggal dipedesaan dan bermata pencaharian sebagai petani. Terlebih lagi pengelolaannya masih dilakukan dengan cara tradisional dan menggunakan tekhnologi rendah.
3.      Ekonomi dualistis, Dimana di satu pihak perekonomian terpusat dikota dengan struktur yang modern dan maju serta berorientasi pada industry dan perdagangan, di pihak lain di pedesaan dengan segala keterbelakangannya dan berorientasi pada pertanian.
4.      Sumber alam kurang terkelola, sebagian besar negara berkembang adalah negara-negara denga sumber alam yang melimpah seperti Indonesia dan India, namun sayangnya sumber alam tersebut tidak terkelola dengan baik.
5.      Tingginya tingkat pengangguran, jumlah pengangguran yang tinggi juga termasuk didalamnya pengangguran tersembunyi yang jumlahnya sangat besar di negara berkembang.
6.      Ekonomi yang terbelakang, keterbelakangan ekonomi di negara berkembang ditandai dengan rendahnya efisiensi dan produktivitas tenaga kerjanya. Rendahnya produktivitas tersebut tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang rendah serta gizi dan kesehatan yang buruk.
7.      Ketiadaan inisiatif dan usaha, Kekuatan adat istiadat, kekakuan status, dan kecurigaan pada gagasan baru serta kecurigaan terhadap keinginan intelektual telah menciptakan iklim yang tidak menunjang eksperimen dan inovasi
8.       Kelangkaan alat modal, Tidak hanya persediaan modal yang rendah namun akumulasi modal juga sangat rendah. Investasi bruto hanya berkisar 5-6 persen dari total pendapatan nasional bruto. Berbeda dengan negara maju yang berada pada kisaran 15-20 persen.
9.      Keterbelakangan teknologi, hal ini tercermin dalam beberapa hal. Pertama, biaya produksi rata-rata tinggi meski upah buruh rendah. Kedua, tingginya rasio buruh. Ketiga, besarnya jumlah tenaga kerja tidak terdidik serta jumlah barang modal yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output nasional.

Kritik terhadap ciri/ kriteria negara sedang berkembang menurut M.L Jhingan
Sembilan kriteria negara sedang berkembang menurut M.L Jhingan seperti yang dipaparkan di atas tampak sudah mencerminkan masalah perekonomian di negara yang sedang berkembang secara keseluruhan. Akan tetapi ada beberapa asumsinya yang tampak tidak sesuai dengan realitas perekonomian di negara sedang berkembang saat ini.
Pertama, di negara berkembang masih sangat banyak penduduk yang berpendapatan sangat rendah (1 USD perhari per orang). Akan tetapi, pendapatan 1 USD perhari  memang tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar penduduk jika hidup di kota besar, jika hidup di desa maka 1 USD perhari per orang itu sudah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebagai manusia. Kedua, yang menjadi masalah pertanian dewasa ini, lebih ke perubahan iklim global yang semakin tidak menentu serta masih lebih banyaknya buruh pertanian daripada jumlah pemilik lahan. Ketiga, sumber alam yang lebih banyak dikelola oleh perusahaan asing daripada perusahaan lokal. Keempat, tingginya tingkat pengangguran dan ketiadaan inisiatif usaha merupakan dua hal yang saling terkait, ketika seseorang memiliki inisiatif usaha, sebenarnya di negara berkembang yang salah satu cirinya memiliki sumber alam yang melimpah, ada sangat banyak peluang usaha yang bisa dibangun sehingga akan sangat mengurangi jumlah pengangguran. Kelima adanya kepuasan pada tingkat pendidikan yang masih rendah (SMA sederajat) serta pendidikan yang tidak terfokus pada satu bidang tertentu setiap individunya.

III.            Teori Ekonomi Pembangunan
Berbicara mengenai teori yang digunakan dalam ekonomi pembangunan, maka kita akan berbicara mengenai tiga teori dasar dalam membedah ekonomi pembangunan, yakni teori liberal, teori radikal dan teori heterodoks.
1)      Pendekatan Teori Liberal
Liberal diartikan sebagai bebas atau kebebasan, artinya dalam system perekonomian setiapa individu memilki kebebasan untuk menguasai faktor-faktor produksi utama baik yang berupa tanah atau sumber daya alam, tenaga kerja ataupun modal. Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations (1776) yang pertama kali menggagas mengenai teori ini, salah satu gagasan utama Smith dalam teori liberal yaitu, harus adanya kebebasan bagi setiap individu untk bertindak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri. Pemerintah menurutnya tidak perlu melakukan intervensi terhadap jalannya sebuah perekonomian.[2]
Selain Adam Smith ada beberapa penggagas teori liberal lainnya diantaranya yaitu David Ricardo yang menyatakan bahwa adanya hubungan antar tiga kelompok dalam perekonomian yaitu tuan tanah, kapitalis, dan buruh. Masing-masing kelompok mandapatkan uang sewa, keuntungan dan upah. Lebih lanjut teori liberal dikembangkan oleh pengikutnya seperti W.W. Rostow yang menyatakan bahwa “Agar suatu ekonomi dapat melampaui masyarakat tradisional dan mencapai tahap tinggal landas maka yang penting adalah meningkatkan laju investasi produktif dari 5% atau kurang menjadi 10% atau lebih”.
Di Indonesia, banyak kalangan yang tidak sependapat dengan adanya teori liberal ini, teori ini dianggap sebagai bentuk penjajahan model baru terhadap golongan masyarakat miskin lebih tepatnya bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia. Penolakan ini semakin tampak ketika pada tahun 2009 Presiden RI SBY secara resmi meminang Boediono sebagai wakilnya, sementara sejauh ini Boediono telah dianggap sebagi antek Neo-liberal[3] yang selama ini dianggap telah menjadi penyebab rusaknya perekonomian di Indonesia.
Pandangan yang demikian kiranya perlu dianalisis lebih dalam lagi, dimana ketika setiap orang mengerjakan sesuatu atas dasar kepentingan pribadi/ individu artinya ia melakukan perubahan dan kemajuan bagi dirinya sendiri, lantas kemudian saat setiap orang sudah lebih maju, maka secara umum kepentingan dan tujuan bersama juga terpenuhi, artinya akibat dari aktivitas atas kepentingan pribadi/ individu adalah perubahan dan kemajuan bersama (masyarakat luas), itu berarti ketika kepentingan setiap individu terpenuhi, maka secara tidak langsung juga telah memenuhi kepentingan bersama sebagai suatu kelompok yang dinamakan masyarakat.
2)      Pendekatan Teori Radikal
“Sistem liberal adalah system yang buruk dan sudah ‘busuk dari dalam’ yang pada akhirnya nanti pasti akan mengalami kehancuran dari dalam” (self destruction, Karl Marx). Ungkapan yang dikatakan oleh salah satu penggagas teori radikal (Marxisme-Komunisme) Karl Marx[4] jelas sebagai bentuk kritikan dari teori liberal yang telah ada terlebih dahulu. Menurut pendukung teori radikal, pembangunan kapitalis bukanlah bentuk dari pembangunan dalam arti yang sebenarnya. Menurut mereka pembangunan yang sebenarnya adalah usaha maksimal yang digerakkan oleh suatu pemerintahan totaliter dan diktator proletariat guna mendapatkan kekayaan, dimana alat-alat produksi merupakan milik bersama, dan barang-barang didistribusikan kepada pekerja sesuai dengan jasa mereka selama proses produksi. [5]
Todaro (2011: 149) mengungkapkan adanya model ketergantungan kolonial yang merupakan pendekatan yang muncul dari pemikiran Marxis. Model ini menghubungkan eksistensi dan langgengnya keterbelakangan[6] terutama pada evolusi sejarah system kapitalis internasional yang sangat tidak setara dalam hubungan antara negara kaya dan negara miskin.
Ada empat cabang pendekatan teori radikal yaitu teori surplus values[7], teori dependensia (ketergantungan)[8], teori sosialisme demokrat[9] dan teori imprealisme atau neo-imprealisme[10].
Di Indonesia, gagasan mengenai teori radikal (sosialisme-demokrat) banyak dikembangkan oleh wakil presiden pertama RI yaitu Muhamad Hatta. Salah satu gagasan ekonomi yang menampakkan secara langsung bentuk sosial demokrat tersirat dalam pasal 33, 34 dan 37 UUD 1945 yang menyangkut ekonomi. Dimana didalamnya diatur tentang asas kekeluargaan, pentingnya peran negara untuk kemakmuran rakyat, penciptaan kesempatan kerja dan kehidupan yang layak bagi setiap warga negara, dan tanggung jawab negara terhadap fakir miskin serta anak-anak terlantar.
Teori radikal sangat terpusat pada pemerataan dan keadilan social, hal ini berbenturan dengan salah satu dari masalah negara sedang berkembang yakni ketiadaan inisiatif dan usaha, teori radikal sangat memperhatikan kesejahteraan kaum buruh, ketika buruh merasa sudah cukup sejahtera, maka ia akan tetap ingin berada di zona nyaman tersebut, dan malah tidak ingin berinsiatif untuk membuat usaha dan mengurangi jumlah pengangguran.
3)      Pendekatan Teori Heterodoks
Penggagas teori heterodoks diantaranya yaitu A. Hirchman[11] (AS), Gunnar Myrdal (Swedia) dan Perroux (Perancis). Proses adopsi teori dari negara maju yang kemudian diterapkan di negara berkembang dipandang penganut teori heterodoks sebagai awal mula masalah yang tak kunjung usai di negara berkembang. Oleh karenanya teori ini dibangun atas realitas yang terjadi negara berkembang itu sendiri. Teori ini menjelaskan bahwasannya pembangunan ekonomi tidak serta merta berarti menghilangkan atau mengesampingkan budaya dan struktur sosial yang sudah ada dimasyarakat. Sebaliknya teori ini mencoba menggabungkan keduanya untuk mencapai tingkat pembangunan ekonomi yang lebih maju.
Todaro dan Smith dalam bukunya Economic Development/ eleventh ed (2011: 151) menyebutkan suatu dalil yang disebut model paradigma palsu yakni dalil yang menyatakan bahwa negara-negara berkembang telah mengalami kemajuan karena strategi pembangunan mereka (yang biasanya disarankan oleh para ekonom Barat) didasarkan atas model pembangunan yang tidak tepat; misalnya model yang menekankan akumulasi modal atau liberalisasi pasar tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan perubahan sosial dan kelembagaan yang diperlukan.
Ada dua contoh pendekatan teori heterodoks, yang pertama yaitu teori dualisme[12] Boeke dan Perroux. Boeke merupakan penggagas pengembangan teori sendiri yang hanya berlaku atau hanya cocok  bagi negara sedang berkembang, teori dualism masyarakat ini merupakan teori umum pembangunan masyarakat dan pembangunan ekonomi negara sedang berkembang yang didasarkan pada hasil kajiannya terhadap perekonomian Indonesia. Sementara menurut Perroux, dualism sabagaimana yang disebutkan diatas juga diakibatkan oleh adanya struktur dominasi (dominasi perusahaan modern terhadap pasar, dominasi spasial untuk cabang-cabang yang berorientasi keluar/ ekspor dan untuk hubungan antar bangsa, serta dominasi negara industry atas negara berkembang). [13]  Yang kedua, teori keseimbangan dalam kemiskinan J.K Galbraith[14] menurut teori ini ketiadaan kemungkinan investasi, teknik pertanian yang masih tradisional, dan ketiadaan inovasi dinegara berkembang adalah sebagai hasil dari rasionalitas kemiskinan, yaitu suatu perhitungan resiko dari penduduk miskin.
Teori heterodoks ini sejalan dengan penemuan Easterly, setelah melakukan penjelajahan di negara-negara tropis Asia Selatan, Afrika, dan Amerika Selatan, Easterly menemukan bahwa teori-teori pertumbuhan yang berkembang di Barat tidak mampu menumbuhkan perekonomian negara dunia ketiga. Easterly juga menjadikan fakta-fakta kebuntuan teori-teori pertumbuhan itu sebuah narasi yang sangat baik mengenai perkembangan teori pertumbuhan dan ekonomi pembangunan. [15]
Oleh karena itu situasi yang terjadi di negara berkembang merupakan produk historis yang khas sehingga tidak serta merta di tafsirkan sebagai bentuk ketertinggalan dari negara maju.




[1] Didin S. Damanhuri, Ekonomi Politik dan Pembangunan; Teori, Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang (Bogor: IPB Press, 2010) hal.  3-6.
[2] Ibid.,  hal. 14
[3] Menurut Awalil Rizky, neo-liberalisme merupakan bentuk mutakhir dari kapitalisme. Neoliberalisme sebagai sebuah gagasan sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1930-an. Neo-liberlaisme tidak lain merupakan lanjutan dari konsep liberalisme yang merupakan perkembangan pemikiran ekonomi kapitalisme
[4] Karl Marx dilahirkan di Trier Treves, Jerman, pada tahun 1818, dari keluarga golongan kelas menengah turunan   yahudi yang telah memeluk agama protestan. Ia meninggal tahun 1883 di London Inggris dlm usia 75thn
[5] System ini dianggap lebih unggul karena kebutuhan ekonomi akan tercukupi tanpa merusak kelestarian budaya. (Damanhuri, 2010) hal. 41-42
[6] Keterbelakangan: situasi perekonomian dengan ciri standar hidup yang rendah, yang tampak dari adanya kemiskinan absolute, rendahnya pendapatan perkapita, rendahnya tingkat ertumbuhan ekonomi, randahnya tingkat konsumsi, buruknya layanan kesehatan, tingginya angka kematian, tingginya angka kelahiran, keergantungan pada perekonomian luar negeri, dan terbatasnya kebebasan untuk memilih kegiatan yang memenuhi keinginan manusiawi
[7] Teori surplus values pertama kali dikemukakan oleh Karl Marx. Surplus values yaitu kelebihan tenaga yang diberikan oleh pemilik tenaga dalam hal ini buruh tanpa menerima imbalan apa-apa. Dalam bukunya Das Kapital, Marx memakai tingkat surplus sebagai ukuran eksploitasi kaum kapitalis terhadap kaum buruh (s’ = s / v)
[8] Teori dependensia pertama kali berkembang di Amerika Latin pada tahun 1960-an. Teori ini menjelaskan bahwa ketergantungan pada negara-negara maju yang selama ini dialami oleh negara-negara berkembang tidak lain karena masuknya negara-negara metropolis yang menjadi pusat kapitalis dunia.
[9] Sosialisme-demokrat berkembang pesat di negara-negara Eropa Barat seperti di Perancis dan Spanyol. Gambaran mengenai teori ini yaitu, adanya andil negara yang cukup besar dalam proses menciptakan model perpajakan proresif, menganggap penting peranan buruh sebagai kekuatan politik dalam bentuk negosiasi untuk kesejahteraan buruh, dan berkembangnya gerakan koperasi, bank, tabungan dalam jumlah yang besar.
[10] Teori imperialism dan neo-imperialisme dikembangkan oleh Lenin dan R. Luxemburg. Teori ini berasumsi bahwa ketertinggalan negara berkembang diakibatkan oleh adanya ekspansi kapitalisme terhadapa negara berkembang tersebut.
[11] Strategi Hirchman: “dengan sengaja tidak menyeimbangkan perekonomian, sesuai dengan strategi yang dirancang sebelumnya, adalah cara yang terbaik untuk mencapai pertumbuhan pada suatu negara terbelakang. Investasi pada industry atau sektor-sektor perekonomian yang strategis akan menghasilkan kesempatan investasi baru dan membuka jalan bagi pembangunan ekonomi lebih lanjut. Pembangunan sebagai rantai diseguilibrium”.
[12] Dualisme merupakan koeksistensi dua situasi atau gejala (yang satu diinginkan dan yang lain tidak) yang ekskludif satu sama lain dalam kelompok-kelompok yang berbeda di suatu masyarakat, contohnya kemiskinan yang ekstrem dan kekayarayaan, sektor erekonomian modern dan sektor perekonomian tradisional, pertumbuhan dan kemandekan, serta pendidikan tinggi bagi segelintir orang di tengah banyaknya orang yang buta aksara (Todaro, 2011: 151)
[13] Didin S. Damanhuri, op. Cit., hal. 63-65
[14] Galbraith merupakan duta besar untuk India selama masa pemerintahan Kennedy. Selain itu Galbraith juga seorang dosen dibeberapa universitas terkemuka di AS seperti Universitas California, Princeton dan Harvard. Ia juga menulis banyak buku, diantaranya The Affluent Society (1958), The New Industrial State (1967) dan Economic and Public Purpose (1973).
[15] William Easterly, The Elusive Quest for Growth (MIT Press: Cambridge, Massahusetts, London, England, 2002) hal. 182 http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/view/667/592 (26 Nov 2013)


DAFTAR PUSTAKA

Todaro,  Michael P. dan Smith, Stephen C, Economic Development/ Eleventh edition, diterjemahkan oleh Agus Dharma (United Kingdom: Pearson Education Limited, 2011)
Damanhuri, Didin S, Ekonomi Politik dan Pembangunan; Teori, Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang (Bogor: IPB Press, 2010) hal.  3-6.
Easterly, William, The Elusive Quest for Growth (MIT Press: Cambridge, Massahusetts, London, England, 2002) hal. 182 http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/view/667/592 (26 Nov 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar