Kamis, 06 Februari 2014

SUMBER KEKAYAAN ALAM DAN KETAHANAN NASIONAL (Dampak Pembangunan Pangkalan Militer AS Di Darwin Australia Terhadap Indonesia)

I.            Sumber Kekayaan Alam
Dunia memilki sifat saling ketergantungan satu dengan yang lain. Sumber kekayaan alam merupakan penunjang hidup utama umat manusia di muka bumi. Tanpa sumber kekayaan alam, tidak akan ada yang bisa dilakukan oleh manusia untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Pertumbuhan penduduk berpengaruh pada sumber pangan, energi, dll. Untuk meningkatkan hasil pangan dibutuhkan air, tenaga hewan, pupuk, biotekhnologi dll. Itu artinnya karena jumlah penduduk terus meningkat maka kebutuhan-kebutuhan dasarnya berupa sandang, pangan dan papan pun akan semakin meningkat, itu merupakan beban lagi bagi sumber alam.
Secara ilmiah dapat dikatakan bahwa sumber alam adalah semua unsur-unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat membawa keuntungan materi kepada manusia atau dengan kata lain sumber alam adalah semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam yang dapat dipakai untuk kepentingan dan keuntungan hidupnya. Kita dapat membedakan dua kelompok sumber alam yang berbeda sifatnya yaitu: (a) hasil-hasil sumber alam seperti batubara, minyak bumi, air, ikan, hasil-hasil pertanian dsb, (b) tata lingkungan fisik seperti air terjun, pegunungan, tanah yang subur, pantai berpasir dll (J.A Katili, 1972).  
Sumber daya alam adalah unsur-unsur lingkungan alami, baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat hayati, yang diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan kesejahteraannya (Nurkatika, 2001)
Sumber daya alam merupakan semua kekayaan alam yang bermanfaat untuk menunjang hidup manusia, baik itu sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Adapun sumber kekayaan alam yang bisa diperbaharui yaitu berupa tumbuh-tumbuhan, hewan, air, udara dan mikroba. Sedangkan yang tidak dapat diperbaharui yaitu berupa energy, minyak bumi, bahan tambang, mineral, batubara dll.
Salah satu dari sifat sumber alam yang khusus ialah penyebarannya yang tidak teratur dan tidak merata dibumi ini, sehingga dalam soal sumber alam kita mengenal pula negara kaya dan negara miskin atau “The Haves” dan :The Haves Not”. Salah satu sifatnya yang unik seperti halnya pada mineral adalah tidak dapat diperbaharui. Sifat khas lain dari sumber alam ialah sifat ketergantungannya pada sumber alam yang lain. Apapun sumber alam yang kita kembangkan maka efeknya akan terasa pada sumber alam lain. Pengembangan sumber-sumber minyak bumi dilepas pantai akan mempengaruhi ikan disekitarnya. Erosi dari tanah yang disebabkan dari penebangan kayu yang tak teratur atau penggalian batubara tanpa rencana dapat memperendah produksi potensial dari energy hidro-elektrik dalam suatu cekungan sungai. Akibat yang lain adalah perusakan cagar alam, serta perubahan-perubahan dalam sirkulasi udara dan suhu. [1]
Keadaan-keadaan ini dimasa silam telah menyebabkan ketegangan-ketegangan, permusuhan dan peperangan di bumi. Negara-negara yang kekurangan akan sumber alam (mineral) seperti Jerman, Italia, dan Jepang merupakan aggressor dalam perang dunia pertama dan kedua, kelima negara penting yang terlibat sengketa perang merupakan pula kelima negara-negara produsen batubara yang besar empat dari kelima negara yang terlibat dalam erang dunia kedua juga merupakan negara-negara produsen bijihbesi yang terbesar didunia. Bahwasannya kemenangan ada dipihak yang memilki batubara dan besi (dua unsur utama dalam pembuatan baja) dalam jumlah yang lebih bnyak telah dapat diduga sejak awal. [2]
Menurut UUPA hak atas tanah juga tidak meliputi pemilikan kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi dibawahnya. Dinyatakan dalam pasal 8, bahwa pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalm bumi, air, dan ruang angkasa perlu diatur. Dalam penjelasan pasal 8 disebutkan: karena….. hak-hak atas tanah itu hanya memberi hak atas permukaan bumi, maka wewenang-wewenang yang bersumber daripadanya tidaklah mengenai kekayaan-kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi, air dan ruang angkasa. Oleh karena itu maka pengambilan kekayaan yang dimaksudkan itu memerlukan pengaturan tersendiri. Ketentuan ini merupakan pangkal bagi perundang-undangan pertambangan dan lain-lainnya. (Boedi Harsono, 1999: 19)
Maka pengambilan kekayaan alam yang berupa bahan-bahan galian telah disinggung diatas, memerlukan adanya hak tersendiri yaitu kuasa pertambangan yang diatur dalam UU pokok pertambangan. Pengambilan tanah yang berupa tubuh bumi dan air untuk keperluan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah yang dihaki diperbolehkan. Tetapi kalau tanah dan air itu diambil atau diolah untuk dijual, diperlukan hak atau izin khusus menurut UU pertambangan dan UU pengairan ( UU11/1967 dan UU 11/1974). [3]
Menurut Situ dan Emmons (2000: 7-9) krisis lingkungan berdampak pada 3 aspek yaitu:
a)      Human Impact, the environmental crisis causes substantially more illness, injury and death   than street crime does. Artinya, krisis lingkungan sebenarnya merupakan penyebab utama timbulnya penyakit, kecelakaan/ cedera sdan kematian daripada kejahatan dijalanan.
b)      Economic Impact, although comprehensive data on the cost of pollution and the price of cleaning up the environment are not available, selective figure reveal the enormous financial burden on society. Artinya, meskipun data yang komprehensif tentang biaya polusi dan biaya pembersihan lingkungan tidak pernah ada, akan tetapi angka menunjukkan beban biaya yang cukup besar yang harus ditanggung oleh masyarakat, dikarenakan krisis lingkungan.
c)      Social and Psychological Impact, the victims of natural disasters experience stress because their way of life is disrupted, and what they lost cannot easily be restored. Artinya, setiap korban bencana alam yang terjadi karena krisis lingkungan, mengalami stress dikarenakan kebiasaan hidup sehari-hari mereka yang terganggu, dan apa yang telah hilang karena bencana tidak dapat dikembalikan lagi.

II.            Ketahanan Nasional
Dewasa ini, kondisi dunia mengalami perubahan dan kemajuan yang sangat pesat. Banyak pihak berpikir bahwa pasca perang dunia kedua masyarakat dunia akan menyambut masa-masa pencerahan, namun kenyataannya tidak demikian. Pasca perang dunia kedua, kita tidak dihadapkan pada masa penjajahan secara geografis lagi, tapi penjajahan yang lebih mengerikan, kita dijajah secara terang-terangan tanpa sempat menolak atau melakukan perlawanan. Kita dijajah dari segi ekonomi, social, budaya, politik dll. Penjajah itu berkedok “Globalisasi”.
Kenichi Ohmae (1991) dalam bukunya “The Borderless World” memberi gambaran tentang masa depan yang tidak dibatasi oleh batas-batas wilayah atau negara lagi. Orang-orang dari belahan bumi berbeda bisa saling terhubung satu dengan yang lainnya tanpa perlau saling bertatap muka. Bisa menjalankan bisnisnya, berjual beli, berkomunikasi dan lain sebagainya. Dan itu mulai tampak sekarang ini, bahwasannya dunia saat ini sudah tidak memandang batas teritori antar negara lagi, kemajuan tekhnologi sungguh luar biasa, keruntuhan negara bangsa sudah didepan mata. Kita bisa membuat batas-batas suatu negara, tapi kita tidak bisa membatasi sosial budaya di daerah-daerah perbatasan bahkan aktivitas ekonomi disana berlangsung terus menerus tanpa bisa dibendung lagi.
Konsep mengenai ketahanan nasional mulai didengungkan sejak era pasca kemerdekaan, sebagai suatu bentuk dari pertahanan diri suatu bangsa terhadap berbagai ancaman yang timbul guna menjaga keberlangsungan suatu negara bangsa. Saat itu, Indonesia layaknya negara yang baru saja merdeka, yang keadaannya masih sangat rentan terhadap ancaman baik itu dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Menurut Sunardi (2004: 6), ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, didalam mengahadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengekar tujuan perjuangan nasional.
Konsepsi ketahanan nasional dicantumkan dalam GBHN sejak dituangkan dalam Tap No. IV/MPR/1978 menandaskan bahwa: Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam bentuk  Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan Pembangunan seluruh Masyarakat Indonesia. Disisi lain, GBHN juga menandaskan bahwa ketahanan nasional didefinisikan sebagai kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Jadi, ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan bangsa dalam mempertahankan keberadaan (eksistensi), dalam melangsungkan hidupnya sesuai cita-cita dan citranya sendiri. [4]
Latar belakang perlu adanya ketahanan nasional ialah antara lain: pertama, untuk mengisi, mempertahankan dan mewujudkan tujuan negara dan bangsa itu; kedua, agar supaya ada kemampuan untuk mengahadapi dan mengatasi/ memecahkan berbagai masalah atau pengaruh yang mengancam negara itu baik berupa tantangan, ancaman, hambatan maupun gangguan; ketiga, untuk menjamin kelangsungan dan kesinambungan pembangunan demi tercapainya tujuan nasional. [5]
Ketahanan nasional merupakan sebuah system yang dibentuk oleh suatu negara untuk memperkokoh negaranya dari dalam, untuk menjaga stabilitas bangsanya sendiri, agar kemudian mampu untuk menyelesaikan masalah, menemukan solusi dan memperbaiki diri sendiri saat mengalami ancaman atau serangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, guna keberlangsungan dan kemajuan bangsa dimasa yang akan datang.
Perkembangan situasi sosial ekonomi belakangan ini yang ditandai oleh berbagai krisis seperti krisis minyak dan sebagainya, merupakan fenomena yang tidak menguntungkan. Ada kecenderungan disatu pihak negara-negara maju makin menunjukkan sikap yang makin ketat dan dipihak lain negara-negara berkembang merasa makin cemas terhadap hasil-hasil dialog mereka dengan negara-negara maju yang hasilnya sangat marjinal. Dalam hubungan ini, apabila tidak ditemukan suatu formula diplomasi yang tepat, dikhawatirkan bahwa keadaan dan perkembangan hubungan internasional akan dapat bergerak dari suasana dialog yang bersifat harmonis kearah suasana konflik dan konfrontatif. [6]




III.            Indonesia - Amerika Serikat – Australia
A.    Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat
Sejak awal abad ke 19 hubungan Indonesia dan Amerika Serikat mulai terjalin. Awalnya dimulai dengan perdagangan, Amerika melihat potensi untuk berdagang dengan Indonesia, terutama membeli rempah-rempah dan hasil bumi lainnya. Demikian pula sebaliknya Amerika menanam modal di Indonesia dalam berbagai sektor, utamanya sektor pertambangan, spertit Freeport Sulphur dan beberapa perusahaan lainnya.
Dari perspektif negara besar seperti Amerika Serikat, kepentingan-kepentingannya di negara kecil seperti Indonesia ditinjau sebagai bagian dalam kaitan dengan keseluruhan. Hubungan Amerika-Indonesia adalah ibarat satu subsistem dalam system politik sejagad AS. Dengan kata lain hubungan Indonesia dengan Amerika memainkan satu fungsi didalam kepentingan-kepentingan globalnya yang lebih luas. Pertimbangan strategis yang menentukan kebijakan Amerika terhadap Indonesia memiliki dimensi-dimensi politik, ekonomi dan militer. [7]
Freeport mulai melakukan eksplorasi di Indonesia pada awal tahun 1960, tepatnya pada saat penandatanganan kerjasama dengan East Borneo Company untuk mengeksplorasi gunung Esberg di Irian Barat pada tanggal 1 Februari 1960, tepat setahun diusirnya perusahaan ini dari Kuba oleh Fidel Castro selaku presiden Kuba pada masa itu. Dari hasil survei yang dilakukan pihak Freeport, gunung Esberg mengandung bijih emas, bijih tembaga dan perak, bahkan yang terbaru ditemukan gunung tersebut mengandung uranium yang melimpah ruah. Tapi, Freeport mengalami kendala karena situasi politik Indonesia pasca kemerdekaan saat itu. Kontrak tidak serta merta ditandatangani oleh pemerintah Indonesia pada saat itu.
Akhirnya pada tahun 1967, saat Undang-Undang Penanaman Modal Asing di Indonesia disahkan, kontrak Freeport adalah yang pertama yang akan ditandatangani. Dengan Kennedy, Soekarno, dan setiap dukungan yang layak untuk nasionalisme Indonesia yang keluar dari jalanan, Freeport mulai beroperasi. Pada tahun 1969, pemungutan suara diamanatkan kepada Kennedy oleh perjanjian yang ditengahi PBB pada pertanyaan apakah kemerdekaan Irian Barat telah jatuh tempo. Di bawah intimidasi berat dan kehadiran viseral militer, Irian “memilih” untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia. Freeport menjadi jelas posisinya.[8] Freeport terus berkembang dan menampakkan hasil yang memuaskan. Hingga saat ini bisa dilihat gunung Esberg benar-benar telah di eksplorasi besar-besaran dan telah di ekploitasi besar-besaran pula oleh Freeport.

B.     Pembangunan Pangkalan Militer Amerika Serikat di Darwin-Australia
Tepat tanggal 17 November 2011 lalu saat kunjungannya ke Australia, secara resmi Presiden Amerika Barack Obama mengumumkan rencana pembangunan pangkalan militer AS di Darwin, Australia. Perdana mentri Australia Gilliard dan Presiden Barack Obama memastikan bahwa di tahun 2012 nanti kekuatan marinir AS yang awalnya berjumlah 250 akan ditambah menjadi 2.500 personel. Menurut Obama, keberadaan pangakaln militer tersebut bukan diperuntukkan sebagi ancaman, akan tetapi lebih kepada sikap cepat tanggap akan adanya bencana, mengingat terjadinya tsunami, bom bali dan Timor Timur beberapa tahun belakangan ini. Selain itu, menurut Gilliard dan Barack Obama,  Amerika Serikat membutuhkan pangkalan untuk penempatan kurang lebih 1.500 personel militer AS dari Afganistan, AS memilih Darwin karena lokasinya yang dinilai baik untuk latihan militer.
Pembangunan pangkalan militer di Darwin, sesungguhnya bukan tindakan yang tidak direncanakan oleh AS. Sejak tahun 1970-an, Darwin Australia merupakan basis intelejen Amerika Serikat untuk wilayah Asia Pasifik. Hal ini dikarenakan RRC secara ekonomi dan militer menguat, dan pasukan Amerika makin tidak popular di Jepang dan Korea Selatan. Dengan maraknya kasus pemerkosaan oleh tentara AS di Jepang dan Korsel, serta konflik horizontal yang sering terjadi, maka dipastikan untuk jangka panjang AS terpaksa merelokasi pasukannya dari Jepang dan Korea Selatan. [9]
Dari sudut pandang pertahanan dan keamanan, pembangunan pangkalan di Darwin akan merubah peta kekuatan di Asia Pasifik, dan tentunya juga di Asian Tenggara, pasukan Amerika Serikat akan mampu sampai ke seluruh kawasan hanya dalam waktu beberapa menit hingga dua jam. Secara khusus, aksi AS ini sempat menuai sindirian dari perdana mentri China Wen Jiabao. Dalam pidatonya dalam pembukaan ASEAN-China Summit, Wen menyatakan bahwa China dan negara-negara ASEAN sudah sepakat melaksanakan Deklarasi Tindak Laku Para Pihak di Laut China Selatan, sehingganya tidak perlu ada kekuatan luar yang mengintervensi di kawasan ini. [10]
Menurut teori Thomas F. Homer-Dixon (Environmental Scarcities and Violent Conflict, 1994), sebagian konflik yang terjadi di dunia dikarenakan oleh kelangkaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui.[11] Teori lain, yang dinyatakan oleh Phillipe Le Billon (The Political Ecology of War, 2001) bahwasannya yang paling memotivasi terjadinya konflik di dunia ini adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, gas dan mineral, bahkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui ini mampu mendorong pembentukan strategi untuk menguasinya secara menyeluruh yang dilakukan oleh para pelaku bisnis internasional. [12]
Benarkah ini hanya semata misi kemanusiaan Amerika Serikat? Benarkah ini hanya upaya Amerika Serikat untuk berjaga-jaga dari ancaman China mengenai perselisihan di Laut China Selatan yang memiliki potensi minyak dan gas? Jika benar demikian, kenapa Amerika tidak membangun pangkalan militer yang lebih terjangkau, di Hongkong atatu Taiwan, kenapa harus di Darwin yang notabene sangat dekat dengan Indonesia.
Ini adalah bentuk ancaman bagi Indonesia, agar supaya Freeport tidak diusir dari Indonesia dan kontrak Freeport di Indonesia terus diperpanjang. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan banyak pihak adalah ini salah satu bentuk Amerika Serikat untuk memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan membantu segelintir orang yang sering menyerukan kemerdekaan di Papua. Jika Papua lepas dari NKRI, Amerika Serikat akan sangat leluasa mengeruk kekayaan di Papua.
            Selain itu, Amerika Serikat menggunakan isu perselisihan Malaysia dan Indonesia untuk mengambil keuntungan bagi negaranya sendiri. Artinya, ada sentiment merusak hubungan Indonesia-Malaysia dalam soal TKI, ada design membelokkan arah TKI Indonesia ke Australia. Bagi Amerika Serikat, sangat menguntungkan ketika membangun pangkalan militer menggunakan tenaga kerja Indonesia, selain upahnya yang murah, tenga kerja Indonesia juga sangat banyak jumlahnya, biaya murah membangun pangkalan militer menggunakan pekerja dari Indonesia. Amerika Serikat berencana menggunakan pekerja dari Indonesia untuk membangun pangakalan militer Amerika Serikat di Darwin Australia, yang kemudian nantinya pangkalan militer itu digunakan untuk mengancam kedaulatan bangsa Indonesia. Dan bagi Australia, tenaga kerja Indonesia diarahkan untuk konflik dengan pribumi Aborigin baik melalui Afrika atau negara-negara Balkan, ini teknik klasik. Imigran Eropa ingin cuci tangan dalam hal ini. Mereka yakin ini bisa berhasil, Karena sentimen bercorak rasis masih sangat kental di Australia.
            Pembangunan pangkalan militer Amerika Serikat di Darwin Australia merupakan ancaman besar bagi negara kawasan Asia Pasifik, utamanya Indonesia yang berjarak cukup dekat dari Darwin Australia. Amerika Serikat sudah tercatat sering melanggar kedaulatan suatu negara, sebut saja beberapa negara dikawasan Timur tengah. Hal ini, tidak menutup kemungkinan juga akan dilakukan oleh AS terhadap Indonesia, demi mengamankan Freeport yang akhir-akhir ini terus diterpa masalah, mogoknya pekerja Freeport, bahkan sudah mulai banyak tindakan anarkis dan berujung korban bagi warga negara AS yang ada di Papua. Selain itu,  yang sangat dikhawatirkan yaitu adanya misi AS untuk membantu Papua melepaskan diri dari NKRI.
            Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa mendukung pembangunan pangkalan militer AS di Darwin Australia. Sikap Presiden RI ini diambil setelah mendengar pernyataan PM Australia, bahwasannya pembangunan pangakalan militer AS tersebut merupakan misi kemanusiaan, tanggap cepat bencana disekitar Asia timur termasuk Australia. Pernyataan Presiden RI juga dipertegas oleh Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, yang menyatakan bahwa penempatan pangkalan Amerika Serikat di Darwin Australia bukan ancaman. Itu juga tidak berkaitan langsung dengan situasi poltik di Papua dan Indonesia secara keseluruhan. Lebih lanjut, menurut Suhartono Presidan Amerika Serikat dan Perdana Menteri Australia menyebut penempatan pasukan itu untuk membantu penanggulangan bencana di Asia. [13]
            Sikap Presiden RI ini dinilai terlalu naïf, Presiden RI harusnya lebih memperhatikan kepentingan Indonesia. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan diantaranya, jarak Indobesia yang paling dekat dengan pangkalan militer yang dibangun memungkinkan personel militer AS melanggar kedaulatan RI, baik dari jalur laut maupun udara. Selain itu, laut yang memisahkan Australia dengan Indonesia merupakan laut Arafuru yang belum lama ini ditemukan blok minyak (blok masela) dalam jumlah yang sangat besar, dan sedang dibangun untuk mega proyek abadi. Sejauh ini, kita bisa melihat Amerika Serikat mempunyai kepentingan yang cukup besar terhadap Indonesia, ada banyak perusahaan-perusahaan AS yang ada di Indonesia yang harus mereka awasi karena sangat menunjang perekonomian AS. Melihat hal-hal diatas, maka bukan hanya Indonesia yang patut khawatir akan hadirnya pangkalan militer AS tersebut, dampaknya bahkan bisa mengancam stabilitas ASEAN.


 IV.            Penutup
Melihat paparan diatas, dapat dipastikan bahwa pembangunan pangakalan militer AS di Darwin Australia tidak membawa manfaat bagi Indonesia dan negara-negara Asia disekitarnya. Bahkan bisa mengancam kedaulatan, kerusakan serta eksploitasi lingkungan dan sumber kekayaan alam.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Indonesia seharusnya bekerjasama dengan negara-negara ASEAN lainnya, untuk menolak pembangunan pangakalan militer AS di Darwin Australia, dengan alasan keamanan, menjaga kedulatan, serta melindungi sumber kekayaan alam Indonesia. Karena, sejak awal AS sudah berbuat semena-mena dengan tidak mengajak Indonesia sebagai negara terdekat dengan Darwin Austalia untuk mendiskusikan rencana pembangunan pangakaln militer tersebut, sedangkan kita ketahui bersama bahwa limbah pembangunan pangkalan militer tersebut dapat dipastikan masuk perairan Indonesia, maka Indonesia adalah negara yang paling banyak mendapat dampak buruknya.
Kita sebagai suatu negara yang berdaulat, harus bertindak tegas untuk melindungi hak, kekayaan alam serta kesatuan dan persatuan Negara Republik Indonesia.



[1] J.A Katili, Sumber alam untuk masa depan Indonesia (Jakarta: FIPIA – UI, 1972)
[2] Loc. cit.,
[3] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1999) hal. 19.

[4] Soemarno Soedarsono, Ketahanan Pribadi dan Ketahanan Keluarga sebagai Tumpuan Ketahanan Nasional (Jakarta: PT Intermasa, 1997) hal. 23.
[5] Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Politik Luar Negeri dengan Universitas Hasanudin Ujung Pandang, Aspek Ketahanan Nasional dalam Peningkatan Hubungan Indonesi – Pasifik (Jakarta: DEPLU, 1993).
[6] Badan Penelitian dan Pengembangan, Kerjasama ASEAN Sebagai Usaha Meningkatkan Ketahanan Nasional dan Regional (Jakarta: Departemen Luar Negeri, 1988).
[7] Tribuana Said, Indonesia dalam Politik Global Amerika (Medan: P.T Waspada, 1984), hal. 2.
[8] Lisa Pease, JFK, Indonesia, CIA dan Freeport Sulphur (Washingtong DC, 1996) (http://serbasejarah.wordpress.com/2012/11/23/jfk-indonesia-cia-freeport-sulphur/ 21 Okt 2013)


[9] David Raja Marpaung, Ancaman Pangkalan Militer USA di Darwin, Australia (2011) (http://indonesiadefenseanalysis.blogspot.com/2011/11/ancaman-pangkalan-militer-usa-di-darwin.html 20 Okt 2013)
[10] Loc. cit.,
[11] Lihat Thomas F. Homer-Dixon, Environmental Scarcities and Violent Conflict: Evidence From Cases, (Summer, 1994)
[12] Lihat Phillipe Le Billon, The Political Ecology of War, (Oxford, 2001)



 DAFTAR PUSTAKA

Katili, J.A, Sumber alam untuk masa depan Indonesia (Jakarta: FIPIA – UI, 1972).
Adisoemarto, Soenartono, Sumber Daya Alam Sebgai Modal dalam Pembangunan Berkelanjutan (Jakarta: LIPI, 1998).
Situ, Yingyi dan Emmons, David, Environmental Crime: The Criminal Justice System’s Role in Protecting the Environment (California: Sage Publications, Inc, 2000).
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1999).
Thomas F. Homer-Dixon, Environmental Scarcities and Violent Conflict: Evidence From Cases (Summer, 1994).
Phillipe Le Billon, The Political Ecology of War (Oxford, 2001).
Badan Penelitian dan Pengembangan, Kerjasama ASEAN Sebagai Usaha Meningkatkan Ketahanan Nasional dan Regional (Jakarta: Departemen Luar Negeri, 1988).
Nurkartika, dkk, Intisari Biologi SMU (Jakarta: PT AKSARINDO PRIMACIPTA, 2001) Hal. 183 (http://pengertianpengertian.blogspot.com/2013/03/pengertian-sumber-daya-alam.html (20 Okt 2013)).
Sunardi, R.M, Pembinaan Ketahanan Bangsa: Dalam Rangka Memperkokoh Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Jakarta: PT Kuartenita Adidarma, 2004).
Ohmae, Kenichi, The Borderless World:Power and Straregy in the Interlinked Economy (New York: McKinsey & Company, 1991).
Said, Tribuana,  Indonesia dalam Politik Global Amerika (Medan: P.T Waspada, 1984).
Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Politik Luar Negeri dengan Universitas Hasanudin Ujung Pandang, Aspek Ketahanan Nasional dalam Peningkatan Hubungan Indonesia – Pasifik (Jakarta: DEPLU, 1993).
Pease, Lisa, JFK, Indonesia, CIA dan Freeport Sulphur (Washingtong DC, 1996) (http://serbasejarah.wordpress.com/2012/11/23/jfk-indonesia-cia-freeport-sulphur/ 21 Okt 2013).
David Raja Marpaung, Ancaman Pangkalan Militer USA di Darwin, Australia (2011) (http://indonesiadefenseanalysis.blogspot.com/2011/11/ancaman-pangkalan-militer-usa-di-darwin.html 20 Okt 2013).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar