Jumat, 07 Februari 2014

Telepon Pagi dan Ingatan Tentangmu

Terbangun di pagi hari dengan panggilan telepon seluler. Nomor tak dikenal terpampang di layar telepon genggam butut yang ku pakai beberapa tahun belakangan ini. sambil lalu ku angkat telepon itu.
"Hallo.."
"Ya, hallo..Riry yah?"
"Iya, ini siapa?"
"Saya ...."
Oh, ternyata dia orang yang baru ku kenal 2 hari yang lalu. berbasa-basi sedikit, rupanya dia orangnya sangat to the point.
"Pacar yang kemarin mana?" pertanyaan pemula yang aku selalu tahu arahnya kemana. dan benar saja, setelah ku jawab pertanyaanya itu
"Tok..tok..tok, Boleh saya masuk?" dan dengan se enteng ucapannya barusan, akupun menjawabnya dengan "Ruangan dibalik pintu yang barusan kau ketuk sedang ada perbaikan, saat ini lagi tidak karuan. Maaf, untuk saat ini aku belum bisa menerima tamu"
"Perbaikannya butuh berapa lama?"
"Entahlah, aku tak punya jawaban untuk itu"
"Seminggu? dua minggu? sebulan? dua bulan mungkin?"
"Biarkan waktu yang menjawabnya"
"Mungkin, jika saya membantu proses perbaikannya akan lebih cepat"
"Tidak, terima kasih. Aku tak ingin merepotkan orang lain. Aku bisa mengatasinya sendiri"
"Baiklah, saya akan menunggu. sekarang tanggal 8, tanggal 15 akan ku tanyakan lagi, kabar perbaikan ruangan di balik pintu yang barusan ku ketuk"
"Ya, baiklah. Jikalau kau merasa terlalu menunggu perbaikannya. silahkan pergilah dulu ke tempat lain. Dari pada kau bosan menunggu"
"Baiklah, saya sudahi dulu teleponnya. Minggu depan saya akan menghubungimu lagi"
"Ok"

Dan telepon pagi itupun dimatikan.
Aku terdiam cukup lama. Mencoba menyegarkan kembali ingatanku mengenai banyak hal yang telah berlalu. Setiap hubungan mempunya pola awal yang sama, pemerannya saja yang berubah. Satu-satu ingatanku seperti berebut ingin bermunculan dipermukaan. Setiap luka ternyata adalah pemaksa yang ulung. Ia memaksa untuk melepaskan, ia memaksa untuk melupakan, ia memaksa untuk melihat kembali diri kita dari sudut pandang kita sendiri. Tapi, satu hal yang tak bisa dipaksakan oleh luka yaitu kembalinya ingatan.

Ingatan, saat hati benar-benar terluka, kenapa ingatan tak mau berkompromi? Ia datang begitu saja, sesuka hatinya. Dan sampai saat ini, satu hal yang ku sadari, bukan ingatan buruk yang membuat kita menangis, tapi ingatan indah yang kita tahu takkan terulanglah yang dengan  pasti memaksa bulir-bulir air mata berebut jatuh. Ingatan tetaplah ingatan. Sebelum ingatan berpisah dengan raga, maka ia akan tetap menjadi ingatan yang akan terus hidup di raga. Nikamatilah, selama ia masih ada di sana, walaupun kehadiarannya hanya berupa ingatan belaka. Karena mengingatmu, mengingat saat bahagia bersamamu, mengingat luka yang kau beri adalah caraku melanjutkan hidup saat ini.

Jakarta, 08 Februari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar