Sabtu, 08 Februari 2014

Idealisme

Malam ini saya menonton acara TV yang dipandu ole Najwa Shihab, namanya acaranya Mata Najwa yang malam ini mengusung tema "Habibie hari ini". Melihat temanya sudah bisa ditebak, bintang tamunya malam ini memang bapak presiden RI yang ketiga, bapak Baharudin Jusuf Habibie.
Sosok yang menarik, idealis, rendah hati, jenius, dan sangat luar biasa menurut saya. Bisa dikatakan salah satu tokoh idola saya. perbincangan Najwa dengan Pak Habibie dan beberapa orang terdekat serta orang-orang yang pernah bersinggungan langsung dengan beliau benar-benar mengemas acara Mata Najwa terasa begitu spesial malam ini.
Cara bicara khas Pak Habibie sungguh saya menyukainya, dia benar-benar orang yang idealis. Melihat perjuangan beliau, saya jadi teringat akan diri saya sendiri ketika saya berjuang akan satu kata itu "Idealis". ketika saya berada di tangguk kepemimpinan, dan saya harus berhadapan dengan orang-orang yang berada dalam sistem, itu benar-benar saat yang sulit.
Sistem, kata yang selalu saya perdebatkan ketika berdiskusi dengan teman-teman saya. sistem adalah hal yang paling sulit dimasuki oleh mereka yang idealis, mereka yang cerdas. Saya belum menyadari benar sebelumsay menjadi pemimpin. Selama ini, saya aktif di organisasi kemahasiswaan, mengkritik pemimpin A, B, C dst. Saat saya menjadi pemimpin (organisasi intra kampus) saya baru menyadari segelintir dari perasaan hati seorang pemimpin, dilemanya menjadi seorang pemimpin. Bagaimana sulitnya mengambil keputusan, terutama disaat paling genting. Dan satu hal yang paling sulit, berhadapan dengan sistem. Karena, sebagian besar sistem menuntut kita untuk melupakan idealis diri yang telah kita bangun. Saat itu, saya bertekad untuk tetap menjalankan tugas saya, bergaul dengan orang-orang dalam lingkaran sistem tersebut, tanpa sedikitpun menyentuh idelisme saya. Idealisme bagi saya adalah harga diri, tujuan hidup yang terpatri dan tak bisa di otak atik.

Jakarta, 08 Februari 2014

Jumat, 07 Februari 2014

Telepon Pagi dan Ingatan Tentangmu

Terbangun di pagi hari dengan panggilan telepon seluler. Nomor tak dikenal terpampang di layar telepon genggam butut yang ku pakai beberapa tahun belakangan ini. sambil lalu ku angkat telepon itu.
"Hallo.."
"Ya, hallo..Riry yah?"
"Iya, ini siapa?"
"Saya ...."
Oh, ternyata dia orang yang baru ku kenal 2 hari yang lalu. berbasa-basi sedikit, rupanya dia orangnya sangat to the point.
"Pacar yang kemarin mana?" pertanyaan pemula yang aku selalu tahu arahnya kemana. dan benar saja, setelah ku jawab pertanyaanya itu
"Tok..tok..tok, Boleh saya masuk?" dan dengan se enteng ucapannya barusan, akupun menjawabnya dengan "Ruangan dibalik pintu yang barusan kau ketuk sedang ada perbaikan, saat ini lagi tidak karuan. Maaf, untuk saat ini aku belum bisa menerima tamu"
"Perbaikannya butuh berapa lama?"
"Entahlah, aku tak punya jawaban untuk itu"
"Seminggu? dua minggu? sebulan? dua bulan mungkin?"
"Biarkan waktu yang menjawabnya"
"Mungkin, jika saya membantu proses perbaikannya akan lebih cepat"
"Tidak, terima kasih. Aku tak ingin merepotkan orang lain. Aku bisa mengatasinya sendiri"
"Baiklah, saya akan menunggu. sekarang tanggal 8, tanggal 15 akan ku tanyakan lagi, kabar perbaikan ruangan di balik pintu yang barusan ku ketuk"
"Ya, baiklah. Jikalau kau merasa terlalu menunggu perbaikannya. silahkan pergilah dulu ke tempat lain. Dari pada kau bosan menunggu"
"Baiklah, saya sudahi dulu teleponnya. Minggu depan saya akan menghubungimu lagi"
"Ok"

Dan telepon pagi itupun dimatikan.
Aku terdiam cukup lama. Mencoba menyegarkan kembali ingatanku mengenai banyak hal yang telah berlalu. Setiap hubungan mempunya pola awal yang sama, pemerannya saja yang berubah. Satu-satu ingatanku seperti berebut ingin bermunculan dipermukaan. Setiap luka ternyata adalah pemaksa yang ulung. Ia memaksa untuk melepaskan, ia memaksa untuk melupakan, ia memaksa untuk melihat kembali diri kita dari sudut pandang kita sendiri. Tapi, satu hal yang tak bisa dipaksakan oleh luka yaitu kembalinya ingatan.

Ingatan, saat hati benar-benar terluka, kenapa ingatan tak mau berkompromi? Ia datang begitu saja, sesuka hatinya. Dan sampai saat ini, satu hal yang ku sadari, bukan ingatan buruk yang membuat kita menangis, tapi ingatan indah yang kita tahu takkan terulanglah yang dengan  pasti memaksa bulir-bulir air mata berebut jatuh. Ingatan tetaplah ingatan. Sebelum ingatan berpisah dengan raga, maka ia akan tetap menjadi ingatan yang akan terus hidup di raga. Nikamatilah, selama ia masih ada di sana, walaupun kehadiarannya hanya berupa ingatan belaka. Karena mengingatmu, mengingat saat bahagia bersamamu, mengingat luka yang kau beri adalah caraku melanjutkan hidup saat ini.

Jakarta, 08 Februari 2014

Kamis, 06 Februari 2014

SUMBER KEKAYAAN ALAM DAN KETAHANAN NASIONAL (Dampak Pembangunan Pangkalan Militer AS Di Darwin Australia Terhadap Indonesia)

I.            Sumber Kekayaan Alam
Dunia memilki sifat saling ketergantungan satu dengan yang lain. Sumber kekayaan alam merupakan penunjang hidup utama umat manusia di muka bumi. Tanpa sumber kekayaan alam, tidak akan ada yang bisa dilakukan oleh manusia untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Pertumbuhan penduduk berpengaruh pada sumber pangan, energi, dll. Untuk meningkatkan hasil pangan dibutuhkan air, tenaga hewan, pupuk, biotekhnologi dll. Itu artinnya karena jumlah penduduk terus meningkat maka kebutuhan-kebutuhan dasarnya berupa sandang, pangan dan papan pun akan semakin meningkat, itu merupakan beban lagi bagi sumber alam.
Secara ilmiah dapat dikatakan bahwa sumber alam adalah semua unsur-unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat membawa keuntungan materi kepada manusia atau dengan kata lain sumber alam adalah semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam yang dapat dipakai untuk kepentingan dan keuntungan hidupnya. Kita dapat membedakan dua kelompok sumber alam yang berbeda sifatnya yaitu: (a) hasil-hasil sumber alam seperti batubara, minyak bumi, air, ikan, hasil-hasil pertanian dsb, (b) tata lingkungan fisik seperti air terjun, pegunungan, tanah yang subur, pantai berpasir dll (J.A Katili, 1972).  
Sumber daya alam adalah unsur-unsur lingkungan alami, baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat hayati, yang diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan kesejahteraannya (Nurkatika, 2001)
Sumber daya alam merupakan semua kekayaan alam yang bermanfaat untuk menunjang hidup manusia, baik itu sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Adapun sumber kekayaan alam yang bisa diperbaharui yaitu berupa tumbuh-tumbuhan, hewan, air, udara dan mikroba. Sedangkan yang tidak dapat diperbaharui yaitu berupa energy, minyak bumi, bahan tambang, mineral, batubara dll.
Salah satu dari sifat sumber alam yang khusus ialah penyebarannya yang tidak teratur dan tidak merata dibumi ini, sehingga dalam soal sumber alam kita mengenal pula negara kaya dan negara miskin atau “The Haves” dan :The Haves Not”. Salah satu sifatnya yang unik seperti halnya pada mineral adalah tidak dapat diperbaharui. Sifat khas lain dari sumber alam ialah sifat ketergantungannya pada sumber alam yang lain. Apapun sumber alam yang kita kembangkan maka efeknya akan terasa pada sumber alam lain. Pengembangan sumber-sumber minyak bumi dilepas pantai akan mempengaruhi ikan disekitarnya. Erosi dari tanah yang disebabkan dari penebangan kayu yang tak teratur atau penggalian batubara tanpa rencana dapat memperendah produksi potensial dari energy hidro-elektrik dalam suatu cekungan sungai. Akibat yang lain adalah perusakan cagar alam, serta perubahan-perubahan dalam sirkulasi udara dan suhu. [1]
Keadaan-keadaan ini dimasa silam telah menyebabkan ketegangan-ketegangan, permusuhan dan peperangan di bumi. Negara-negara yang kekurangan akan sumber alam (mineral) seperti Jerman, Italia, dan Jepang merupakan aggressor dalam perang dunia pertama dan kedua, kelima negara penting yang terlibat sengketa perang merupakan pula kelima negara-negara produsen batubara yang besar empat dari kelima negara yang terlibat dalam erang dunia kedua juga merupakan negara-negara produsen bijihbesi yang terbesar didunia. Bahwasannya kemenangan ada dipihak yang memilki batubara dan besi (dua unsur utama dalam pembuatan baja) dalam jumlah yang lebih bnyak telah dapat diduga sejak awal. [2]
Menurut UUPA hak atas tanah juga tidak meliputi pemilikan kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi dibawahnya. Dinyatakan dalam pasal 8, bahwa pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalm bumi, air, dan ruang angkasa perlu diatur. Dalam penjelasan pasal 8 disebutkan: karena….. hak-hak atas tanah itu hanya memberi hak atas permukaan bumi, maka wewenang-wewenang yang bersumber daripadanya tidaklah mengenai kekayaan-kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi, air dan ruang angkasa. Oleh karena itu maka pengambilan kekayaan yang dimaksudkan itu memerlukan pengaturan tersendiri. Ketentuan ini merupakan pangkal bagi perundang-undangan pertambangan dan lain-lainnya. (Boedi Harsono, 1999: 19)
Maka pengambilan kekayaan alam yang berupa bahan-bahan galian telah disinggung diatas, memerlukan adanya hak tersendiri yaitu kuasa pertambangan yang diatur dalam UU pokok pertambangan. Pengambilan tanah yang berupa tubuh bumi dan air untuk keperluan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah yang dihaki diperbolehkan. Tetapi kalau tanah dan air itu diambil atau diolah untuk dijual, diperlukan hak atau izin khusus menurut UU pertambangan dan UU pengairan ( UU11/1967 dan UU 11/1974). [3]
Menurut Situ dan Emmons (2000: 7-9) krisis lingkungan berdampak pada 3 aspek yaitu:
a)      Human Impact, the environmental crisis causes substantially more illness, injury and death   than street crime does. Artinya, krisis lingkungan sebenarnya merupakan penyebab utama timbulnya penyakit, kecelakaan/ cedera sdan kematian daripada kejahatan dijalanan.
b)      Economic Impact, although comprehensive data on the cost of pollution and the price of cleaning up the environment are not available, selective figure reveal the enormous financial burden on society. Artinya, meskipun data yang komprehensif tentang biaya polusi dan biaya pembersihan lingkungan tidak pernah ada, akan tetapi angka menunjukkan beban biaya yang cukup besar yang harus ditanggung oleh masyarakat, dikarenakan krisis lingkungan.
c)      Social and Psychological Impact, the victims of natural disasters experience stress because their way of life is disrupted, and what they lost cannot easily be restored. Artinya, setiap korban bencana alam yang terjadi karena krisis lingkungan, mengalami stress dikarenakan kebiasaan hidup sehari-hari mereka yang terganggu, dan apa yang telah hilang karena bencana tidak dapat dikembalikan lagi.

II.            Ketahanan Nasional
Dewasa ini, kondisi dunia mengalami perubahan dan kemajuan yang sangat pesat. Banyak pihak berpikir bahwa pasca perang dunia kedua masyarakat dunia akan menyambut masa-masa pencerahan, namun kenyataannya tidak demikian. Pasca perang dunia kedua, kita tidak dihadapkan pada masa penjajahan secara geografis lagi, tapi penjajahan yang lebih mengerikan, kita dijajah secara terang-terangan tanpa sempat menolak atau melakukan perlawanan. Kita dijajah dari segi ekonomi, social, budaya, politik dll. Penjajah itu berkedok “Globalisasi”.
Kenichi Ohmae (1991) dalam bukunya “The Borderless World” memberi gambaran tentang masa depan yang tidak dibatasi oleh batas-batas wilayah atau negara lagi. Orang-orang dari belahan bumi berbeda bisa saling terhubung satu dengan yang lainnya tanpa perlau saling bertatap muka. Bisa menjalankan bisnisnya, berjual beli, berkomunikasi dan lain sebagainya. Dan itu mulai tampak sekarang ini, bahwasannya dunia saat ini sudah tidak memandang batas teritori antar negara lagi, kemajuan tekhnologi sungguh luar biasa, keruntuhan negara bangsa sudah didepan mata. Kita bisa membuat batas-batas suatu negara, tapi kita tidak bisa membatasi sosial budaya di daerah-daerah perbatasan bahkan aktivitas ekonomi disana berlangsung terus menerus tanpa bisa dibendung lagi.
Konsep mengenai ketahanan nasional mulai didengungkan sejak era pasca kemerdekaan, sebagai suatu bentuk dari pertahanan diri suatu bangsa terhadap berbagai ancaman yang timbul guna menjaga keberlangsungan suatu negara bangsa. Saat itu, Indonesia layaknya negara yang baru saja merdeka, yang keadaannya masih sangat rentan terhadap ancaman baik itu dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Menurut Sunardi (2004: 6), ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, didalam mengahadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengekar tujuan perjuangan nasional.
Konsepsi ketahanan nasional dicantumkan dalam GBHN sejak dituangkan dalam Tap No. IV/MPR/1978 menandaskan bahwa: Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam bentuk  Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan Pembangunan seluruh Masyarakat Indonesia. Disisi lain, GBHN juga menandaskan bahwa ketahanan nasional didefinisikan sebagai kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Jadi, ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan bangsa dalam mempertahankan keberadaan (eksistensi), dalam melangsungkan hidupnya sesuai cita-cita dan citranya sendiri. [4]
Latar belakang perlu adanya ketahanan nasional ialah antara lain: pertama, untuk mengisi, mempertahankan dan mewujudkan tujuan negara dan bangsa itu; kedua, agar supaya ada kemampuan untuk mengahadapi dan mengatasi/ memecahkan berbagai masalah atau pengaruh yang mengancam negara itu baik berupa tantangan, ancaman, hambatan maupun gangguan; ketiga, untuk menjamin kelangsungan dan kesinambungan pembangunan demi tercapainya tujuan nasional. [5]
Ketahanan nasional merupakan sebuah system yang dibentuk oleh suatu negara untuk memperkokoh negaranya dari dalam, untuk menjaga stabilitas bangsanya sendiri, agar kemudian mampu untuk menyelesaikan masalah, menemukan solusi dan memperbaiki diri sendiri saat mengalami ancaman atau serangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, guna keberlangsungan dan kemajuan bangsa dimasa yang akan datang.
Perkembangan situasi sosial ekonomi belakangan ini yang ditandai oleh berbagai krisis seperti krisis minyak dan sebagainya, merupakan fenomena yang tidak menguntungkan. Ada kecenderungan disatu pihak negara-negara maju makin menunjukkan sikap yang makin ketat dan dipihak lain negara-negara berkembang merasa makin cemas terhadap hasil-hasil dialog mereka dengan negara-negara maju yang hasilnya sangat marjinal. Dalam hubungan ini, apabila tidak ditemukan suatu formula diplomasi yang tepat, dikhawatirkan bahwa keadaan dan perkembangan hubungan internasional akan dapat bergerak dari suasana dialog yang bersifat harmonis kearah suasana konflik dan konfrontatif. [6]




III.            Indonesia - Amerika Serikat – Australia
A.    Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat
Sejak awal abad ke 19 hubungan Indonesia dan Amerika Serikat mulai terjalin. Awalnya dimulai dengan perdagangan, Amerika melihat potensi untuk berdagang dengan Indonesia, terutama membeli rempah-rempah dan hasil bumi lainnya. Demikian pula sebaliknya Amerika menanam modal di Indonesia dalam berbagai sektor, utamanya sektor pertambangan, spertit Freeport Sulphur dan beberapa perusahaan lainnya.
Dari perspektif negara besar seperti Amerika Serikat, kepentingan-kepentingannya di negara kecil seperti Indonesia ditinjau sebagai bagian dalam kaitan dengan keseluruhan. Hubungan Amerika-Indonesia adalah ibarat satu subsistem dalam system politik sejagad AS. Dengan kata lain hubungan Indonesia dengan Amerika memainkan satu fungsi didalam kepentingan-kepentingan globalnya yang lebih luas. Pertimbangan strategis yang menentukan kebijakan Amerika terhadap Indonesia memiliki dimensi-dimensi politik, ekonomi dan militer. [7]
Freeport mulai melakukan eksplorasi di Indonesia pada awal tahun 1960, tepatnya pada saat penandatanganan kerjasama dengan East Borneo Company untuk mengeksplorasi gunung Esberg di Irian Barat pada tanggal 1 Februari 1960, tepat setahun diusirnya perusahaan ini dari Kuba oleh Fidel Castro selaku presiden Kuba pada masa itu. Dari hasil survei yang dilakukan pihak Freeport, gunung Esberg mengandung bijih emas, bijih tembaga dan perak, bahkan yang terbaru ditemukan gunung tersebut mengandung uranium yang melimpah ruah. Tapi, Freeport mengalami kendala karena situasi politik Indonesia pasca kemerdekaan saat itu. Kontrak tidak serta merta ditandatangani oleh pemerintah Indonesia pada saat itu.
Akhirnya pada tahun 1967, saat Undang-Undang Penanaman Modal Asing di Indonesia disahkan, kontrak Freeport adalah yang pertama yang akan ditandatangani. Dengan Kennedy, Soekarno, dan setiap dukungan yang layak untuk nasionalisme Indonesia yang keluar dari jalanan, Freeport mulai beroperasi. Pada tahun 1969, pemungutan suara diamanatkan kepada Kennedy oleh perjanjian yang ditengahi PBB pada pertanyaan apakah kemerdekaan Irian Barat telah jatuh tempo. Di bawah intimidasi berat dan kehadiran viseral militer, Irian “memilih” untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia. Freeport menjadi jelas posisinya.[8] Freeport terus berkembang dan menampakkan hasil yang memuaskan. Hingga saat ini bisa dilihat gunung Esberg benar-benar telah di eksplorasi besar-besaran dan telah di ekploitasi besar-besaran pula oleh Freeport.

B.     Pembangunan Pangkalan Militer Amerika Serikat di Darwin-Australia
Tepat tanggal 17 November 2011 lalu saat kunjungannya ke Australia, secara resmi Presiden Amerika Barack Obama mengumumkan rencana pembangunan pangkalan militer AS di Darwin, Australia. Perdana mentri Australia Gilliard dan Presiden Barack Obama memastikan bahwa di tahun 2012 nanti kekuatan marinir AS yang awalnya berjumlah 250 akan ditambah menjadi 2.500 personel. Menurut Obama, keberadaan pangakaln militer tersebut bukan diperuntukkan sebagi ancaman, akan tetapi lebih kepada sikap cepat tanggap akan adanya bencana, mengingat terjadinya tsunami, bom bali dan Timor Timur beberapa tahun belakangan ini. Selain itu, menurut Gilliard dan Barack Obama,  Amerika Serikat membutuhkan pangkalan untuk penempatan kurang lebih 1.500 personel militer AS dari Afganistan, AS memilih Darwin karena lokasinya yang dinilai baik untuk latihan militer.
Pembangunan pangkalan militer di Darwin, sesungguhnya bukan tindakan yang tidak direncanakan oleh AS. Sejak tahun 1970-an, Darwin Australia merupakan basis intelejen Amerika Serikat untuk wilayah Asia Pasifik. Hal ini dikarenakan RRC secara ekonomi dan militer menguat, dan pasukan Amerika makin tidak popular di Jepang dan Korea Selatan. Dengan maraknya kasus pemerkosaan oleh tentara AS di Jepang dan Korsel, serta konflik horizontal yang sering terjadi, maka dipastikan untuk jangka panjang AS terpaksa merelokasi pasukannya dari Jepang dan Korea Selatan. [9]
Dari sudut pandang pertahanan dan keamanan, pembangunan pangkalan di Darwin akan merubah peta kekuatan di Asia Pasifik, dan tentunya juga di Asian Tenggara, pasukan Amerika Serikat akan mampu sampai ke seluruh kawasan hanya dalam waktu beberapa menit hingga dua jam. Secara khusus, aksi AS ini sempat menuai sindirian dari perdana mentri China Wen Jiabao. Dalam pidatonya dalam pembukaan ASEAN-China Summit, Wen menyatakan bahwa China dan negara-negara ASEAN sudah sepakat melaksanakan Deklarasi Tindak Laku Para Pihak di Laut China Selatan, sehingganya tidak perlu ada kekuatan luar yang mengintervensi di kawasan ini. [10]
Menurut teori Thomas F. Homer-Dixon (Environmental Scarcities and Violent Conflict, 1994), sebagian konflik yang terjadi di dunia dikarenakan oleh kelangkaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui.[11] Teori lain, yang dinyatakan oleh Phillipe Le Billon (The Political Ecology of War, 2001) bahwasannya yang paling memotivasi terjadinya konflik di dunia ini adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, gas dan mineral, bahkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui ini mampu mendorong pembentukan strategi untuk menguasinya secara menyeluruh yang dilakukan oleh para pelaku bisnis internasional. [12]
Benarkah ini hanya semata misi kemanusiaan Amerika Serikat? Benarkah ini hanya upaya Amerika Serikat untuk berjaga-jaga dari ancaman China mengenai perselisihan di Laut China Selatan yang memiliki potensi minyak dan gas? Jika benar demikian, kenapa Amerika tidak membangun pangkalan militer yang lebih terjangkau, di Hongkong atatu Taiwan, kenapa harus di Darwin yang notabene sangat dekat dengan Indonesia.
Ini adalah bentuk ancaman bagi Indonesia, agar supaya Freeport tidak diusir dari Indonesia dan kontrak Freeport di Indonesia terus diperpanjang. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan banyak pihak adalah ini salah satu bentuk Amerika Serikat untuk memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan membantu segelintir orang yang sering menyerukan kemerdekaan di Papua. Jika Papua lepas dari NKRI, Amerika Serikat akan sangat leluasa mengeruk kekayaan di Papua.
            Selain itu, Amerika Serikat menggunakan isu perselisihan Malaysia dan Indonesia untuk mengambil keuntungan bagi negaranya sendiri. Artinya, ada sentiment merusak hubungan Indonesia-Malaysia dalam soal TKI, ada design membelokkan arah TKI Indonesia ke Australia. Bagi Amerika Serikat, sangat menguntungkan ketika membangun pangkalan militer menggunakan tenaga kerja Indonesia, selain upahnya yang murah, tenga kerja Indonesia juga sangat banyak jumlahnya, biaya murah membangun pangkalan militer menggunakan pekerja dari Indonesia. Amerika Serikat berencana menggunakan pekerja dari Indonesia untuk membangun pangakalan militer Amerika Serikat di Darwin Australia, yang kemudian nantinya pangkalan militer itu digunakan untuk mengancam kedaulatan bangsa Indonesia. Dan bagi Australia, tenaga kerja Indonesia diarahkan untuk konflik dengan pribumi Aborigin baik melalui Afrika atau negara-negara Balkan, ini teknik klasik. Imigran Eropa ingin cuci tangan dalam hal ini. Mereka yakin ini bisa berhasil, Karena sentimen bercorak rasis masih sangat kental di Australia.
            Pembangunan pangkalan militer Amerika Serikat di Darwin Australia merupakan ancaman besar bagi negara kawasan Asia Pasifik, utamanya Indonesia yang berjarak cukup dekat dari Darwin Australia. Amerika Serikat sudah tercatat sering melanggar kedaulatan suatu negara, sebut saja beberapa negara dikawasan Timur tengah. Hal ini, tidak menutup kemungkinan juga akan dilakukan oleh AS terhadap Indonesia, demi mengamankan Freeport yang akhir-akhir ini terus diterpa masalah, mogoknya pekerja Freeport, bahkan sudah mulai banyak tindakan anarkis dan berujung korban bagi warga negara AS yang ada di Papua. Selain itu,  yang sangat dikhawatirkan yaitu adanya misi AS untuk membantu Papua melepaskan diri dari NKRI.
            Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa mendukung pembangunan pangkalan militer AS di Darwin Australia. Sikap Presiden RI ini diambil setelah mendengar pernyataan PM Australia, bahwasannya pembangunan pangakalan militer AS tersebut merupakan misi kemanusiaan, tanggap cepat bencana disekitar Asia timur termasuk Australia. Pernyataan Presiden RI juga dipertegas oleh Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, yang menyatakan bahwa penempatan pangkalan Amerika Serikat di Darwin Australia bukan ancaman. Itu juga tidak berkaitan langsung dengan situasi poltik di Papua dan Indonesia secara keseluruhan. Lebih lanjut, menurut Suhartono Presidan Amerika Serikat dan Perdana Menteri Australia menyebut penempatan pasukan itu untuk membantu penanggulangan bencana di Asia. [13]
            Sikap Presiden RI ini dinilai terlalu naïf, Presiden RI harusnya lebih memperhatikan kepentingan Indonesia. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan diantaranya, jarak Indobesia yang paling dekat dengan pangkalan militer yang dibangun memungkinkan personel militer AS melanggar kedaulatan RI, baik dari jalur laut maupun udara. Selain itu, laut yang memisahkan Australia dengan Indonesia merupakan laut Arafuru yang belum lama ini ditemukan blok minyak (blok masela) dalam jumlah yang sangat besar, dan sedang dibangun untuk mega proyek abadi. Sejauh ini, kita bisa melihat Amerika Serikat mempunyai kepentingan yang cukup besar terhadap Indonesia, ada banyak perusahaan-perusahaan AS yang ada di Indonesia yang harus mereka awasi karena sangat menunjang perekonomian AS. Melihat hal-hal diatas, maka bukan hanya Indonesia yang patut khawatir akan hadirnya pangkalan militer AS tersebut, dampaknya bahkan bisa mengancam stabilitas ASEAN.


 IV.            Penutup
Melihat paparan diatas, dapat dipastikan bahwa pembangunan pangakalan militer AS di Darwin Australia tidak membawa manfaat bagi Indonesia dan negara-negara Asia disekitarnya. Bahkan bisa mengancam kedaulatan, kerusakan serta eksploitasi lingkungan dan sumber kekayaan alam.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Indonesia seharusnya bekerjasama dengan negara-negara ASEAN lainnya, untuk menolak pembangunan pangakalan militer AS di Darwin Australia, dengan alasan keamanan, menjaga kedulatan, serta melindungi sumber kekayaan alam Indonesia. Karena, sejak awal AS sudah berbuat semena-mena dengan tidak mengajak Indonesia sebagai negara terdekat dengan Darwin Austalia untuk mendiskusikan rencana pembangunan pangakaln militer tersebut, sedangkan kita ketahui bersama bahwa limbah pembangunan pangkalan militer tersebut dapat dipastikan masuk perairan Indonesia, maka Indonesia adalah negara yang paling banyak mendapat dampak buruknya.
Kita sebagai suatu negara yang berdaulat, harus bertindak tegas untuk melindungi hak, kekayaan alam serta kesatuan dan persatuan Negara Republik Indonesia.



[1] J.A Katili, Sumber alam untuk masa depan Indonesia (Jakarta: FIPIA – UI, 1972)
[2] Loc. cit.,
[3] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1999) hal. 19.

[4] Soemarno Soedarsono, Ketahanan Pribadi dan Ketahanan Keluarga sebagai Tumpuan Ketahanan Nasional (Jakarta: PT Intermasa, 1997) hal. 23.
[5] Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Politik Luar Negeri dengan Universitas Hasanudin Ujung Pandang, Aspek Ketahanan Nasional dalam Peningkatan Hubungan Indonesi – Pasifik (Jakarta: DEPLU, 1993).
[6] Badan Penelitian dan Pengembangan, Kerjasama ASEAN Sebagai Usaha Meningkatkan Ketahanan Nasional dan Regional (Jakarta: Departemen Luar Negeri, 1988).
[7] Tribuana Said, Indonesia dalam Politik Global Amerika (Medan: P.T Waspada, 1984), hal. 2.
[8] Lisa Pease, JFK, Indonesia, CIA dan Freeport Sulphur (Washingtong DC, 1996) (http://serbasejarah.wordpress.com/2012/11/23/jfk-indonesia-cia-freeport-sulphur/ 21 Okt 2013)


[9] David Raja Marpaung, Ancaman Pangkalan Militer USA di Darwin, Australia (2011) (http://indonesiadefenseanalysis.blogspot.com/2011/11/ancaman-pangkalan-militer-usa-di-darwin.html 20 Okt 2013)
[10] Loc. cit.,
[11] Lihat Thomas F. Homer-Dixon, Environmental Scarcities and Violent Conflict: Evidence From Cases, (Summer, 1994)
[12] Lihat Phillipe Le Billon, The Political Ecology of War, (Oxford, 2001)



 DAFTAR PUSTAKA

Katili, J.A, Sumber alam untuk masa depan Indonesia (Jakarta: FIPIA – UI, 1972).
Adisoemarto, Soenartono, Sumber Daya Alam Sebgai Modal dalam Pembangunan Berkelanjutan (Jakarta: LIPI, 1998).
Situ, Yingyi dan Emmons, David, Environmental Crime: The Criminal Justice System’s Role in Protecting the Environment (California: Sage Publications, Inc, 2000).
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1999).
Thomas F. Homer-Dixon, Environmental Scarcities and Violent Conflict: Evidence From Cases (Summer, 1994).
Phillipe Le Billon, The Political Ecology of War (Oxford, 2001).
Badan Penelitian dan Pengembangan, Kerjasama ASEAN Sebagai Usaha Meningkatkan Ketahanan Nasional dan Regional (Jakarta: Departemen Luar Negeri, 1988).
Nurkartika, dkk, Intisari Biologi SMU (Jakarta: PT AKSARINDO PRIMACIPTA, 2001) Hal. 183 (http://pengertianpengertian.blogspot.com/2013/03/pengertian-sumber-daya-alam.html (20 Okt 2013)).
Sunardi, R.M, Pembinaan Ketahanan Bangsa: Dalam Rangka Memperkokoh Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Jakarta: PT Kuartenita Adidarma, 2004).
Ohmae, Kenichi, The Borderless World:Power and Straregy in the Interlinked Economy (New York: McKinsey & Company, 1991).
Said, Tribuana,  Indonesia dalam Politik Global Amerika (Medan: P.T Waspada, 1984).
Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Politik Luar Negeri dengan Universitas Hasanudin Ujung Pandang, Aspek Ketahanan Nasional dalam Peningkatan Hubungan Indonesia – Pasifik (Jakarta: DEPLU, 1993).
Pease, Lisa, JFK, Indonesia, CIA dan Freeport Sulphur (Washingtong DC, 1996) (http://serbasejarah.wordpress.com/2012/11/23/jfk-indonesia-cia-freeport-sulphur/ 21 Okt 2013).
David Raja Marpaung, Ancaman Pangkalan Militer USA di Darwin, Australia (2011) (http://indonesiadefenseanalysis.blogspot.com/2011/11/ancaman-pangkalan-militer-usa-di-darwin.html 20 Okt 2013).

Ku titipkan gundahkau pada sebait do'a Ibu

Seperti pada malam-malam yang kelam, tak ku temukan cahaya terang yang kau bisikkan sebelum perpisahan. Ah, aku masih menjadi begitu tak berarti setelah hari itu. Hari ketika kita sama-sama berlalu. Ketika tegar berbumbu kepalsuan, aku hanya punya Ibu yang tak pernah palsu. Kepadanya aku jatuh tersungkur, remuk oleh ego yang tak terungkapkan.

Tidak! aku tak mengadu pada Tuhan. Aku tak ingin Tuhan menertawakanku, tidak untuk kali ini. Aku tak ingin Tuhan malu menciptakan aku yang lemah.

Pada pekat paling dingin sebelum fajar, aku menitipkan gundahku pada sebait do'a Ibu. Bukan bentuk pengaduan pada Tuhan, tapi keyakinan akan cinta Ibu yang mampu menghapus lara semesta alam.

Jakarta, 07 Februari 2014

Teori Ekonomi Pembangunan (Masalah Ekonomi Negara Sedang Berkembang)

I.            Pendahuluan
            Pada hakekatnya ekonomi pembangunan merupakan bagian dari serangkaian usaha yang dilakukan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Ekonomi pembangunan mulai sering terdengar bersamaan dengan mulai bergaungnya negara sedang berkembang pasca era perang dunia ke II. Ya, ekonomi pembangunan adalah model pembangunan ekonomi yang diterapkan di negara sedang berkembang, karena melihat kompleksitas masalah ekonomi yang terjadi di negara sedang berkembang.
Akan tetapi kemudian timbul pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan negara berkembang? Ciri-ciri apakah yang dapat dijadikan acuan mengenai apakah suatu negara dikatakan  negara berkembang ataukah negara maju? disinilah banyak pihak memberikan kriteria mengenai negara berkembang dan negara maju, salah satu yang membedakan keduanya yaitu pada perbedaan taraf hidup (kaya dan miskin) masyarakat dimasing-masing negara tersebut.

II.            Negara Sedang Berkembang
Negara sedang berkembang mulai marak dibicarakan era pasca perang dunia ke II. Negara-negara yang baru mengecap kemerdekaan berkeinginan tinggi untuk segara mengejar ketertinggalan mereka dibidang ekonomi. Sedangkan negara-negara yang baru terbebas dari penjajahan tersebut merupakan negara-negara miskin dan memiliki banyak masalah yang sifatnya sangat kompleks. Oleh karenanya negara-negara baru ini disebut sebagai negara berkembang, karena dorongan dari negara-negara tersebut untuk maju dan mengembangkan negaranya serta mengatasi masalah-masalah yang dihadapi negaranya pasca penjajahan.
Menurut M.L Jhingan ciri/ kriteria negara sedang berkembang yang secara tidak langsung juga merupakan masalah ekonomi pembangunan di negara berkembang yaitu[1]:
1.      Kemiskinan umum, Kemiskinan itu tercermin dari rendahnya pendapatan perkapita penduduknya, yaitu dibawah 2 USD perhari atau 1 USD perhari per orang (miskin absolute) sebagaimana kriteria yang dipakai World Bank.
2.      Mata pencaharian utama dalam bentuk pertanian, dua pertiga penduduk dinegara berkembang tinggal dipedesaan dan bermata pencaharian sebagai petani. Terlebih lagi pengelolaannya masih dilakukan dengan cara tradisional dan menggunakan tekhnologi rendah.
3.      Ekonomi dualistis, Dimana di satu pihak perekonomian terpusat dikota dengan struktur yang modern dan maju serta berorientasi pada industry dan perdagangan, di pihak lain di pedesaan dengan segala keterbelakangannya dan berorientasi pada pertanian.
4.      Sumber alam kurang terkelola, sebagian besar negara berkembang adalah negara-negara denga sumber alam yang melimpah seperti Indonesia dan India, namun sayangnya sumber alam tersebut tidak terkelola dengan baik.
5.      Tingginya tingkat pengangguran, jumlah pengangguran yang tinggi juga termasuk didalamnya pengangguran tersembunyi yang jumlahnya sangat besar di negara berkembang.
6.      Ekonomi yang terbelakang, keterbelakangan ekonomi di negara berkembang ditandai dengan rendahnya efisiensi dan produktivitas tenaga kerjanya. Rendahnya produktivitas tersebut tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang rendah serta gizi dan kesehatan yang buruk.
7.      Ketiadaan inisiatif dan usaha, Kekuatan adat istiadat, kekakuan status, dan kecurigaan pada gagasan baru serta kecurigaan terhadap keinginan intelektual telah menciptakan iklim yang tidak menunjang eksperimen dan inovasi
8.       Kelangkaan alat modal, Tidak hanya persediaan modal yang rendah namun akumulasi modal juga sangat rendah. Investasi bruto hanya berkisar 5-6 persen dari total pendapatan nasional bruto. Berbeda dengan negara maju yang berada pada kisaran 15-20 persen.
9.      Keterbelakangan teknologi, hal ini tercermin dalam beberapa hal. Pertama, biaya produksi rata-rata tinggi meski upah buruh rendah. Kedua, tingginya rasio buruh. Ketiga, besarnya jumlah tenaga kerja tidak terdidik serta jumlah barang modal yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output nasional.

Kritik terhadap ciri/ kriteria negara sedang berkembang menurut M.L Jhingan
Sembilan kriteria negara sedang berkembang menurut M.L Jhingan seperti yang dipaparkan di atas tampak sudah mencerminkan masalah perekonomian di negara yang sedang berkembang secara keseluruhan. Akan tetapi ada beberapa asumsinya yang tampak tidak sesuai dengan realitas perekonomian di negara sedang berkembang saat ini.
Pertama, di negara berkembang masih sangat banyak penduduk yang berpendapatan sangat rendah (1 USD perhari per orang). Akan tetapi, pendapatan 1 USD perhari  memang tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar penduduk jika hidup di kota besar, jika hidup di desa maka 1 USD perhari per orang itu sudah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebagai manusia. Kedua, yang menjadi masalah pertanian dewasa ini, lebih ke perubahan iklim global yang semakin tidak menentu serta masih lebih banyaknya buruh pertanian daripada jumlah pemilik lahan. Ketiga, sumber alam yang lebih banyak dikelola oleh perusahaan asing daripada perusahaan lokal. Keempat, tingginya tingkat pengangguran dan ketiadaan inisiatif usaha merupakan dua hal yang saling terkait, ketika seseorang memiliki inisiatif usaha, sebenarnya di negara berkembang yang salah satu cirinya memiliki sumber alam yang melimpah, ada sangat banyak peluang usaha yang bisa dibangun sehingga akan sangat mengurangi jumlah pengangguran. Kelima adanya kepuasan pada tingkat pendidikan yang masih rendah (SMA sederajat) serta pendidikan yang tidak terfokus pada satu bidang tertentu setiap individunya.

III.            Teori Ekonomi Pembangunan
Berbicara mengenai teori yang digunakan dalam ekonomi pembangunan, maka kita akan berbicara mengenai tiga teori dasar dalam membedah ekonomi pembangunan, yakni teori liberal, teori radikal dan teori heterodoks.
1)      Pendekatan Teori Liberal
Liberal diartikan sebagai bebas atau kebebasan, artinya dalam system perekonomian setiapa individu memilki kebebasan untuk menguasai faktor-faktor produksi utama baik yang berupa tanah atau sumber daya alam, tenaga kerja ataupun modal. Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations (1776) yang pertama kali menggagas mengenai teori ini, salah satu gagasan utama Smith dalam teori liberal yaitu, harus adanya kebebasan bagi setiap individu untk bertindak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri. Pemerintah menurutnya tidak perlu melakukan intervensi terhadap jalannya sebuah perekonomian.[2]
Selain Adam Smith ada beberapa penggagas teori liberal lainnya diantaranya yaitu David Ricardo yang menyatakan bahwa adanya hubungan antar tiga kelompok dalam perekonomian yaitu tuan tanah, kapitalis, dan buruh. Masing-masing kelompok mandapatkan uang sewa, keuntungan dan upah. Lebih lanjut teori liberal dikembangkan oleh pengikutnya seperti W.W. Rostow yang menyatakan bahwa “Agar suatu ekonomi dapat melampaui masyarakat tradisional dan mencapai tahap tinggal landas maka yang penting adalah meningkatkan laju investasi produktif dari 5% atau kurang menjadi 10% atau lebih”.
Di Indonesia, banyak kalangan yang tidak sependapat dengan adanya teori liberal ini, teori ini dianggap sebagai bentuk penjajahan model baru terhadap golongan masyarakat miskin lebih tepatnya bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia. Penolakan ini semakin tampak ketika pada tahun 2009 Presiden RI SBY secara resmi meminang Boediono sebagai wakilnya, sementara sejauh ini Boediono telah dianggap sebagi antek Neo-liberal[3] yang selama ini dianggap telah menjadi penyebab rusaknya perekonomian di Indonesia.
Pandangan yang demikian kiranya perlu dianalisis lebih dalam lagi, dimana ketika setiap orang mengerjakan sesuatu atas dasar kepentingan pribadi/ individu artinya ia melakukan perubahan dan kemajuan bagi dirinya sendiri, lantas kemudian saat setiap orang sudah lebih maju, maka secara umum kepentingan dan tujuan bersama juga terpenuhi, artinya akibat dari aktivitas atas kepentingan pribadi/ individu adalah perubahan dan kemajuan bersama (masyarakat luas), itu berarti ketika kepentingan setiap individu terpenuhi, maka secara tidak langsung juga telah memenuhi kepentingan bersama sebagai suatu kelompok yang dinamakan masyarakat.
2)      Pendekatan Teori Radikal
“Sistem liberal adalah system yang buruk dan sudah ‘busuk dari dalam’ yang pada akhirnya nanti pasti akan mengalami kehancuran dari dalam” (self destruction, Karl Marx). Ungkapan yang dikatakan oleh salah satu penggagas teori radikal (Marxisme-Komunisme) Karl Marx[4] jelas sebagai bentuk kritikan dari teori liberal yang telah ada terlebih dahulu. Menurut pendukung teori radikal, pembangunan kapitalis bukanlah bentuk dari pembangunan dalam arti yang sebenarnya. Menurut mereka pembangunan yang sebenarnya adalah usaha maksimal yang digerakkan oleh suatu pemerintahan totaliter dan diktator proletariat guna mendapatkan kekayaan, dimana alat-alat produksi merupakan milik bersama, dan barang-barang didistribusikan kepada pekerja sesuai dengan jasa mereka selama proses produksi. [5]
Todaro (2011: 149) mengungkapkan adanya model ketergantungan kolonial yang merupakan pendekatan yang muncul dari pemikiran Marxis. Model ini menghubungkan eksistensi dan langgengnya keterbelakangan[6] terutama pada evolusi sejarah system kapitalis internasional yang sangat tidak setara dalam hubungan antara negara kaya dan negara miskin.
Ada empat cabang pendekatan teori radikal yaitu teori surplus values[7], teori dependensia (ketergantungan)[8], teori sosialisme demokrat[9] dan teori imprealisme atau neo-imprealisme[10].
Di Indonesia, gagasan mengenai teori radikal (sosialisme-demokrat) banyak dikembangkan oleh wakil presiden pertama RI yaitu Muhamad Hatta. Salah satu gagasan ekonomi yang menampakkan secara langsung bentuk sosial demokrat tersirat dalam pasal 33, 34 dan 37 UUD 1945 yang menyangkut ekonomi. Dimana didalamnya diatur tentang asas kekeluargaan, pentingnya peran negara untuk kemakmuran rakyat, penciptaan kesempatan kerja dan kehidupan yang layak bagi setiap warga negara, dan tanggung jawab negara terhadap fakir miskin serta anak-anak terlantar.
Teori radikal sangat terpusat pada pemerataan dan keadilan social, hal ini berbenturan dengan salah satu dari masalah negara sedang berkembang yakni ketiadaan inisiatif dan usaha, teori radikal sangat memperhatikan kesejahteraan kaum buruh, ketika buruh merasa sudah cukup sejahtera, maka ia akan tetap ingin berada di zona nyaman tersebut, dan malah tidak ingin berinsiatif untuk membuat usaha dan mengurangi jumlah pengangguran.
3)      Pendekatan Teori Heterodoks
Penggagas teori heterodoks diantaranya yaitu A. Hirchman[11] (AS), Gunnar Myrdal (Swedia) dan Perroux (Perancis). Proses adopsi teori dari negara maju yang kemudian diterapkan di negara berkembang dipandang penganut teori heterodoks sebagai awal mula masalah yang tak kunjung usai di negara berkembang. Oleh karenanya teori ini dibangun atas realitas yang terjadi negara berkembang itu sendiri. Teori ini menjelaskan bahwasannya pembangunan ekonomi tidak serta merta berarti menghilangkan atau mengesampingkan budaya dan struktur sosial yang sudah ada dimasyarakat. Sebaliknya teori ini mencoba menggabungkan keduanya untuk mencapai tingkat pembangunan ekonomi yang lebih maju.
Todaro dan Smith dalam bukunya Economic Development/ eleventh ed (2011: 151) menyebutkan suatu dalil yang disebut model paradigma palsu yakni dalil yang menyatakan bahwa negara-negara berkembang telah mengalami kemajuan karena strategi pembangunan mereka (yang biasanya disarankan oleh para ekonom Barat) didasarkan atas model pembangunan yang tidak tepat; misalnya model yang menekankan akumulasi modal atau liberalisasi pasar tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan perubahan sosial dan kelembagaan yang diperlukan.
Ada dua contoh pendekatan teori heterodoks, yang pertama yaitu teori dualisme[12] Boeke dan Perroux. Boeke merupakan penggagas pengembangan teori sendiri yang hanya berlaku atau hanya cocok  bagi negara sedang berkembang, teori dualism masyarakat ini merupakan teori umum pembangunan masyarakat dan pembangunan ekonomi negara sedang berkembang yang didasarkan pada hasil kajiannya terhadap perekonomian Indonesia. Sementara menurut Perroux, dualism sabagaimana yang disebutkan diatas juga diakibatkan oleh adanya struktur dominasi (dominasi perusahaan modern terhadap pasar, dominasi spasial untuk cabang-cabang yang berorientasi keluar/ ekspor dan untuk hubungan antar bangsa, serta dominasi negara industry atas negara berkembang). [13]  Yang kedua, teori keseimbangan dalam kemiskinan J.K Galbraith[14] menurut teori ini ketiadaan kemungkinan investasi, teknik pertanian yang masih tradisional, dan ketiadaan inovasi dinegara berkembang adalah sebagai hasil dari rasionalitas kemiskinan, yaitu suatu perhitungan resiko dari penduduk miskin.
Teori heterodoks ini sejalan dengan penemuan Easterly, setelah melakukan penjelajahan di negara-negara tropis Asia Selatan, Afrika, dan Amerika Selatan, Easterly menemukan bahwa teori-teori pertumbuhan yang berkembang di Barat tidak mampu menumbuhkan perekonomian negara dunia ketiga. Easterly juga menjadikan fakta-fakta kebuntuan teori-teori pertumbuhan itu sebuah narasi yang sangat baik mengenai perkembangan teori pertumbuhan dan ekonomi pembangunan. [15]
Oleh karena itu situasi yang terjadi di negara berkembang merupakan produk historis yang khas sehingga tidak serta merta di tafsirkan sebagai bentuk ketertinggalan dari negara maju.




[1] Didin S. Damanhuri, Ekonomi Politik dan Pembangunan; Teori, Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang (Bogor: IPB Press, 2010) hal.  3-6.
[2] Ibid.,  hal. 14
[3] Menurut Awalil Rizky, neo-liberalisme merupakan bentuk mutakhir dari kapitalisme. Neoliberalisme sebagai sebuah gagasan sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1930-an. Neo-liberlaisme tidak lain merupakan lanjutan dari konsep liberalisme yang merupakan perkembangan pemikiran ekonomi kapitalisme
[4] Karl Marx dilahirkan di Trier Treves, Jerman, pada tahun 1818, dari keluarga golongan kelas menengah turunan   yahudi yang telah memeluk agama protestan. Ia meninggal tahun 1883 di London Inggris dlm usia 75thn
[5] System ini dianggap lebih unggul karena kebutuhan ekonomi akan tercukupi tanpa merusak kelestarian budaya. (Damanhuri, 2010) hal. 41-42
[6] Keterbelakangan: situasi perekonomian dengan ciri standar hidup yang rendah, yang tampak dari adanya kemiskinan absolute, rendahnya pendapatan perkapita, rendahnya tingkat ertumbuhan ekonomi, randahnya tingkat konsumsi, buruknya layanan kesehatan, tingginya angka kematian, tingginya angka kelahiran, keergantungan pada perekonomian luar negeri, dan terbatasnya kebebasan untuk memilih kegiatan yang memenuhi keinginan manusiawi
[7] Teori surplus values pertama kali dikemukakan oleh Karl Marx. Surplus values yaitu kelebihan tenaga yang diberikan oleh pemilik tenaga dalam hal ini buruh tanpa menerima imbalan apa-apa. Dalam bukunya Das Kapital, Marx memakai tingkat surplus sebagai ukuran eksploitasi kaum kapitalis terhadap kaum buruh (s’ = s / v)
[8] Teori dependensia pertama kali berkembang di Amerika Latin pada tahun 1960-an. Teori ini menjelaskan bahwa ketergantungan pada negara-negara maju yang selama ini dialami oleh negara-negara berkembang tidak lain karena masuknya negara-negara metropolis yang menjadi pusat kapitalis dunia.
[9] Sosialisme-demokrat berkembang pesat di negara-negara Eropa Barat seperti di Perancis dan Spanyol. Gambaran mengenai teori ini yaitu, adanya andil negara yang cukup besar dalam proses menciptakan model perpajakan proresif, menganggap penting peranan buruh sebagai kekuatan politik dalam bentuk negosiasi untuk kesejahteraan buruh, dan berkembangnya gerakan koperasi, bank, tabungan dalam jumlah yang besar.
[10] Teori imperialism dan neo-imperialisme dikembangkan oleh Lenin dan R. Luxemburg. Teori ini berasumsi bahwa ketertinggalan negara berkembang diakibatkan oleh adanya ekspansi kapitalisme terhadapa negara berkembang tersebut.
[11] Strategi Hirchman: “dengan sengaja tidak menyeimbangkan perekonomian, sesuai dengan strategi yang dirancang sebelumnya, adalah cara yang terbaik untuk mencapai pertumbuhan pada suatu negara terbelakang. Investasi pada industry atau sektor-sektor perekonomian yang strategis akan menghasilkan kesempatan investasi baru dan membuka jalan bagi pembangunan ekonomi lebih lanjut. Pembangunan sebagai rantai diseguilibrium”.
[12] Dualisme merupakan koeksistensi dua situasi atau gejala (yang satu diinginkan dan yang lain tidak) yang ekskludif satu sama lain dalam kelompok-kelompok yang berbeda di suatu masyarakat, contohnya kemiskinan yang ekstrem dan kekayarayaan, sektor erekonomian modern dan sektor perekonomian tradisional, pertumbuhan dan kemandekan, serta pendidikan tinggi bagi segelintir orang di tengah banyaknya orang yang buta aksara (Todaro, 2011: 151)
[13] Didin S. Damanhuri, op. Cit., hal. 63-65
[14] Galbraith merupakan duta besar untuk India selama masa pemerintahan Kennedy. Selain itu Galbraith juga seorang dosen dibeberapa universitas terkemuka di AS seperti Universitas California, Princeton dan Harvard. Ia juga menulis banyak buku, diantaranya The Affluent Society (1958), The New Industrial State (1967) dan Economic and Public Purpose (1973).
[15] William Easterly, The Elusive Quest for Growth (MIT Press: Cambridge, Massahusetts, London, England, 2002) hal. 182 http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/view/667/592 (26 Nov 2013)


DAFTAR PUSTAKA

Todaro,  Michael P. dan Smith, Stephen C, Economic Development/ Eleventh edition, diterjemahkan oleh Agus Dharma (United Kingdom: Pearson Education Limited, 2011)
Damanhuri, Didin S, Ekonomi Politik dan Pembangunan; Teori, Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang (Bogor: IPB Press, 2010) hal.  3-6.
Easterly, William, The Elusive Quest for Growth (MIT Press: Cambridge, Massahusetts, London, England, 2002) hal. 182 http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/view/667/592 (26 Nov 2013)